Halaman

Jumat, 11 Oktober 2013

KEDUDUKAN MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI BUMI (Studi Ayat al-Quran Surat al-Baqarah: 30)

Jauh sebelum manusia diciptakan, Allah telah memberi tahu malaikat tentang rencana penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi untuk membangun dan mengelola dunia. Allah menyebutnya dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 30 dan dipertegas dalam surat al-An’am ayat 165. Informasi Allah tersebut ternyata mendatangkan kekhawatiran malaikat dan dugaan terhadap khalifah yang akan diciptakan Allah Swt. ini adalah makhluk yang akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah karena perselisihan. Dugaan ini berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang berlaku demikian, atau bisa juga berdasarkan asumsi bahwa yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka pasti makhluk tersebut berbeda dengan mereka yang selalu bertasbih dan menyucikan Allah Swt.

Kekhawatiran malaikat ini langsung dijawab oleh Allah pada pernyataan selanjutnya, sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Para ulama’tafsir berbeda pendapat tentang dikeluarkannya pertanyaan tersebut, apakah pertanyaan itu merupakan bentuk protes atau bukan. Muncul juga pertanyaan, mengapa malaikat sudah mengetahui bahwa khalifah (manusia) yang akan diciptakan Allah akan merusak bumi dan menumpahkan darah di bumi tersebut, sementara sang khalifah belum diciptakan? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan kritis lain yang terkait dengan surat al-Baqarah ayat 30 ini. Untuk itulah, penulis merasa perlu untuk meneliti ayat ini dari berbagai sumber kitab tafsir guna mendapatkan keterangan komprehensif dan objektif tentang ayat yang mengandung sejumlah persoalan tersebut, sehingga menemukan jawaban yang bisa dinilai representatif.

Dalam al-Quran Allah Swt. berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Quraish Shihab dalam al-Mishbah (Lentera hati: 2000) mengatakan, kelompok ayat ini dimulai dengan penyampaian keputusan Allah kepada para malaikat tentang rencanaNya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada mereka penting, karena malaikat akan dibebani sekian tugas yang akan terkait dengan manusia. Ada yang bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang bertugas memeliharanya, ada yang membimbingnya, dan lain sebagainya.

Penyampaian itu juga, kelak ketika diketahui manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugerahNya yang tersimpul dalam dialog Allah dengan para malaikat, sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di dunia. Penyampaian ini bisa jadi setelah proses penciptaan alam raya dan kesiapannya untuk dihuni manusia pertama (Adam) dengan nyaman. 

Dalam ayat 28 surat Al-Baqarah, Allah menjelaskan asal-usul manusia beserta alam-alam yang menjadi destinasi-destinasi eksistensialnya, yang berakhir pada: ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ  (kemudian (pada akhirnya) kepada-Nya-lah kalian dikembalikan). Sementara di ayat 29, Allah menjelaskan perjalan ruhani yang sejatinya dilewati oleh tiap individu manusia, yang bermula dari bumi, dari dunia material, dari tubuh biologis, untuk selanjutnya beranjak menuju ke ‘langit’ dengan melintasi tujuh lapis ‘langit’. Seluruh kandungan al-Qur’an bermuara ke kedua jenis perjalanan ini: perjalanan eksistensial (ayat 28) dan perjalanan spiritual (ayat 29). Artinya, seluruh gagasan sosial, ideologi, dan politik manusia harus sejalan (dan sekaligus menjadi bagian) dari kedua jenis perjalanan tersebut. Dan agar tidak menyimpang dan tetap berada pada shirathal mustaqim, manusia mutlak membutuhkan petunjuk.

Dalam rangka memberi petunjuk inilah Allah menciptakan khalifah di bumi untuk membawa risalah-risalahNya. Dalam ayat 30 ini Allah mengemukakan dan sekaligus memaklumatkan ‘gagasan-besar’ ini kepada para malaikat:"Sungguh Aku akan menjadikan di bumi seorang khalifah". Isi maklumat ini sangat jelas, tegas, dan gamblang: seorang khalifah, bukan dua atau banyak orang. Jabatannya juga jelas: khalifah, bukan Nabi bukan Rasul. Tempat dan wilayah kekuasaannya juga jelas: di bumi, dan bukan di planet, di galaksi atau di semesta lain. Hal yang sama juga terjadi pada pelaku yang punya prerogatif mengangkat khalifah tersebut; bentuk katanya jelas dan terang benderang, yaitu إِنِّي (sungguh Aku) dan bukan إِنَّا (sungguh Kami). Semua itu menunjukkan dengan sangat tegas—tanpa membuka peluang lain—bahwa penentuan dan penunjukan khalifah adalah murni otoritas dan prerogatif tunggal Allah.

Ada yang mengatakan bahwa kata khalifah di ayat ini adalah berkenaan dengan manusia secara keseluruhan. Sehingga, bagi mereka, maklumat Allah kepada para malaikat tersebut adalah pemberitahuan tentang akan diciptakannya makhluk baru yang bernama “manusia” yang akan melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah di bumi. Tetapi akan berbeda maknanya ketika  dibandingkan dengan dua ayat berikut ini:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِّن صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُون (الحجر: 28)
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِن طِينٍ (ص: 71)

Pada surat al-Baqarah: 30 objeknya disebut dengan tegas: khalifah; sementara dalam surat al-Hijr: 28 dan Shaat: 71 objeknya juga disebut dengan tegas: basyar. Sedangkan asal-usul basyar dengan gamblang disebut berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan dari tanah. Ayat 30 menyebut keterangan tempat, di bumi, sebagai wilayah efektivitas kekuasaan Sang khalifah, sedangkan dalam surat al-Hijr: 28 dan Shaat: 71 tidak menyebutkannya sama sekali.

Dari perbedaan itu, bisa disimpulkan bahwa keduanya juga mempunyai maksud yang bebeda. Dalam surat al-Hijr: 28  dan Shaat: 70, Allah mendeklarasikan penciptaan manusia, makhluk baru yang berkedudukan lebih tinggi dari malaikat. Sementara dalam al-Baqarah: 30 Allah memaklumatkan pucuk pimpinan dari manusia tersebut agar mereka tidak tersesat. Karena manakala nanti tidak mengakui dan mengikuti khalifah pilihan Allah ini, niscaya mereka (basyar) akan dipimpin oleh pemimpin duniawi yang hanya akan mengejar kepentingan sesaat.

Dari ayat ini bisa dipahami bahwa khalifah adalah bentuk takhsis `(pengkhususan) dari manusia basyar, setelah Allah memilihnya secara ekslusif, dengan tugas yang juga ekslusif, yaitu memandu manusia mengerjakan amal saleh dan menghindarkan mereka dari perbuatan syirik. Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurthubi menukil dari Zaid Ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini bukan hanya Nabi Adam ‘alaihis salam saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan semua ahli takwil. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh Al-Qurtubi ini masih perlu dipertimbangkan. Bahkan perselisihan dalam masalah ini masih banyak, menurut riwayat ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga oleh yang lainnya.

Lalu para malaikat berkata  . أَتَجۡعَلُ فِيہَا مَن يُفۡسِدُ فِيہَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآء

Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan untuk menentang atau memprotes Allah, bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga oleh banyak orang. Sesungguhnya Allah Swt. menyifati para malaikat, mereka tidak pernah mendahului firman Allah, yakni tidak pernah menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya. Ibnu Jarir at-Thabari dalam Tafsirul Bayan berkata, ”Sebagian ulama mengatakan, ’Sesungguhnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal itu setelah diberitahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan Adam.

Dalam ayat ini, ketika Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk, menurut Qatadah, para malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan kerusakan padanya (di bumi), maka mereka mengatakan :
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ?" 

Dalam Tafsir Ibnu Katsir (Dar al-Kutub: 2008: halaman 67) dikatakan, sesungguhnya kalimat itu merupakan pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka mengatakan, “Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan mereka, padahal diantara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah, maka kami selalu bertasbih memuji dan menyucikan Engkau,” yakni kami selalu beribadah kepad-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain seakan-akan para malaikat mengatakan), “Kami tidak pernah melakukan sesuatupun dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup hanya dengan kami para malaikat saja?

Allah Swt. berfirman menjawab pertanyaan tersebut: اني أعلم ما لاتعلمون .
Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul, diantara mereka ada para shiddiqin, para syuhada, orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertaqwa, para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyu’ dan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. dan mengikuti jejak rasul-rasulNya.

Quraish Shihab mengatakan penyampaian Allah kepada malaikat tentang rencana penciptan manusia boleh jadi ketika proses kejadian Adam sedang dimulai, seperti halnya seorang yang sedang menyelesaikan satu karya sambil berkata “ini saya buat untuk si A”. ini menunjukan bahwa Allah tidak meminta pendapat malaikat apakah Dia mencipta atau tidak.

Penyampaian ini, menurut Ibnu Asyur, agaknya untuk mengantar para malaikat bertanya sehingga mengetahui keutaman jenis makhluk yang akan diciptakanNya itu dan dengan demikian dapat juga terkikis kesan ketidakmampuan manusia, yang diketahui Allah terdapat dalam benak para malaikat. Kemudian ia melanjutkan bahwa ayat ini oleh banyak mufassir dipahami sebagai semacam “permintaan pendapat” sehingga ia merupakan pengajaran dalam bentuk penghormatan, seperti halnya keadaan seorang guru yang mengajar muridnya dalam bentuk tanya jawab, dan agar mereka membiasakan diri untuk melakukan dialog menyangkut aneka persoalan.

Setelah menguraikan pendapat banyak mufassir sebagaimana dikutip di atas, Ibnu Asyur mengemukakan pendapatnya bahwa istisyarah/permintaan pendapat itu dijadikan demikian supaya ia menjadi satu substansi yang bersamaan dalam wujudnya dengan penciptaan manusia pertama, agar ia menjadi bawaan dalam jiwa anak cucunya, karena situasi dan ide-ide yang menyertai wujud sesuatu dapat berbekas dan menyatu antara sesuatu yang wujud itu dengan situasi tersebut.

7 komentar:

  1. Afwan, kholifah di bahasa arab kan dinyatakan sebagai pemimpin. Lah apakah yg telah di jelaskan dalam surat Al-Baqoroh ayat 30 tersebut, setiap-tiap manusia adalah pemimpin ?? Memimpin dalam hal apa ?? Syukron kastir :)
    Nb: minta pendapat saja. Agar banyak pandangan yg bisa saya simpulkan.

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum
    sy berpendapat: (pertama) yang dimaksud dg kholifah itu pemimpin karena hingga sekarang yang jadi pemimpin adalah manusia tidak mahluk lain. (kedua) kholifah adalah penguasa karena hingga saat ini yang menguasai bumi hanya manusia tidak ada mahluk lain yang mengubah bumi sekalipun jin tidak ada karya jin dibumi ini. dari mulai sandal jepit rumah mewah hingga pesawat terbang semuanya adalah hasil karya manusia.

    BalasHapus
  3. seorang khalifah di muka bumi maksudnya nabi Muhammad SAW..

    BalasHapus
  4. seorang khalifah di muka bumi maksudnya nabi Muhammad SAW..

    BalasHapus
  5. kalau menurut saya iya, tiap-tiap manusia adalah pemimpin namun tergantung manusia nya karna apa? karna sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna yang mana manusia di ciptakan dengan adanya akal dan yg sesngguhnya hewan dan tumbuhan atau bahkan malaikat pun tak mempunyainya. dan Allah memberikan akal kepda manusia untuk menjadikan manusia sebagai pemimpin d bumi ini namun itu semua bergantung pada tiap-tiap induvidu manusia itu sendiri apakah ia bisa mengelola akal nya dengan baik atau tidak...
    sekian pendapat saya kak :-) jika ada salah dan kekurangan mohon di luruskan
    hehe..telat niih

    BalasHapus
  6. Khalifah adalah pemimpin (manusia), mulai dari nabi Adam hingga seluruh keturunannya. Pemimpin siapa?, setidaknya memimpin diri sendiri, karenanya setiap diri akan dimintai pertanggung-jawabannya sebagai khalifah sesuai dengan tingkatan kepemimpinannya, apakah hanya memimpin diri sendiri, keluarga, masyarakat tingkat RT, RW, dan seterusnya.

    BalasHapus
  7. Trus contoh dari posisinya manusia itu apa?

    BalasHapus