Halaman

Sabtu, 19 Oktober 2013

Sepenggal Kisah dari Bilik FLP



Tim Sepuluh

Awalnya adalah Tim Sepuluh. Tim Sepuluh? Ya, Tim Sepuluh inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya Forum Lingkar Pena PP Annuqayah Latee II, Guluk-Guluk, Sumenep. Tim ini dibentuk oleh pengurus PPA Latee II bagian Pendidikan dan Pengembangan Intelektual, Ummayyatun El-Jimmy, periode 2009-2010. Sebagai koordinator, Mbak Ummay, panggilan akrab Ummayyatun El-Jimmy, berupaya meningkatkan kualitas santri Latee II di bidang akademik dengan cara, salah satunya, membentuk Tim Sepuluh. Sebutan Tim Sepuluh ini mungkin karena forum ini  beranggotakan sepuluh orang yang terdiri dari siswa dan mahasiswa terpilih.
Malam itu, saya dan sembilan orang lainnya dipanggil ke kantor oleh pengurus untuk menghadiri sosialisasi pengenalan Tim Sepuluh. Bersama Mbak Ummay, saat itu kami memperbincangkan banyak hal terkait peningkatan mutu santri Latee II di bidang akademik, utamanya di bidang tulis-menulis. Saya tidak tahu pasti alasannya kenapa Mbak Ummay waktu itu sangat memprioritaskan bidang tulis-menulis. Ada banyak dugaan di benak saya, mungkin saja karena Mbak Ummay menyukai dunia literasi sejak dulu, atau karena salah satu bukti kemajuan intelektual santri dapat diukur dari kemampuannya menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan. Entahlah…
Karena prioritasnya adalah menulis, membaca, dan berdiskusi, maka wajar saja anggota Tim Sepuluh ini terdiri dari beberapa orang yang memang bergelut di dunia kepenulisan, baik sebagai kru aktif Majalah Iltizam maupun kru Buletin Variez. Tiada henti-hentinya Mbak Ummay memompa semangat juang kami untuk terus menulis, membaca, dan berdiskusi. Kami pun menyambut semangat beliau dengan semangat yang tak kalah membara. Tentu saya beruntung sekali menjadi salah satu anggota Tim Sepuluh ini. Selain karena saya bisa mengembangkan minat saya di dunia literasi, saya juga memiliki sembilan teman yang sama-sama memiliki semangat untuk bergerak maju.
Biasanya, kami selalu menghabiskan waktu di Mushalla untuk sekedar bincang-bincang ringan. Pagi itu, di sela-sela pembicaraan, Mbak Ummay memberi kabar baik yang membuat kami tidak berhenti bahagia. Dia memberi tahu kami bahwa Latee II akan bergabung dengan FLP Cabang tidak lama lagi. Benar-benar surprise! Mbak Ummay semakin memanjakan potensi menulis kami dengan menyediakan wadah kepenulisan. Mendengar organisasi kepenulisan seperti FLP, tentu membuat kami bangga. Mengapa tidak? FLP adalah organisasi kepenulisan yang mendunia, tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga internasional.
Kepengurusan FLP pun terbentuk, yang diambil dari anggota Tim Sepuluh dan santri lainnya. Setelah kepengurusan lengkap, kami dipertemukan dengan pengurus FLP Cabang di kantor PPA Latee II dalam rangka silaturrahmi dan sharing seputar FLP. Nun Urnoto yang kala itu menjabat sebagai ketua FLP Cabang menceritakan secara mendetail sejarah berdirinya FLP, pengelolanya, penamaan FLP, dan lain sebagainya. Alhamdulillah, kala itu juga kami mendapatkan SK kepengurusan FLP Ranting.   

FLP Dulu
Sebagaimana lazimnya kepengurusan baru, FLP yang waktu itu masih seumuran jagung dihadapkan dengan ragam masalah dan keterbatasan-keterbatasan dalam perkembangannya. Namun hal itu tidak lantas menjadikan kami berpangku tangan dan menyerah,  justru keterbatasan-keterbatasan itulah yang menjadi pemicu kami untuk kian bangkit dan berdiri kokoh. Benar kata orang, semakin besar tantangannya, maka semakin besar pula perjuangannya.
Keterbatasan yang kami hadapi waktu itu, salah satunya, tidak adanya tempat khusus untuk para anggota FLP sehingga menyulitkan kami untuk berkumpul. Selain itu, fasilitas seperti komputer, buku bacaan, dan fasilitas lainnya juga belum ada. Kami menjalankan semuanya apa adanya. Namun hal itu tidak lantas menjadikan peminat-peminat FLP patah arang. Malah calon anggota baru justru makin membludak dari waktu ke waktu. Kami pun menggelar kegiatan orientasi untuk para anggota baru.
Kegiatan-kegiatan FLP waktu itu masih sangat sederhana, seperti pemberian materi dari pembimbing, menulis, dan membaca. Para anggota dihimbau agar menulis untuk kemudian dikirimkan ke media cetak. Dan hasilnya? Karya-karya anggota FLP tak jarang ditemui di media lokal maupun nasional. Alhamdulillah… Kami cukup bangga dengan prestasi itu. 
Dari waktu ke waktu, bersama para senior, FLP melakukan pembenahan-pembenahan. Awalnya, kami meminta pengurus pesantren PPA Latee II untuk melokalisasikan anggota FLP di tempat yang khusus. Tujuannya, agar kami mudah menjalankan program. Syukurlah… Pengurus mengapresiasi positif permohonan tersebut. Hingga akhirnya FLP mendapatkan satu kamar khusus yang terletak di depan Mushalla Lantai III sebelah selatan.

Situasi Paling Dilematik
Perjalanan saya bersama anggota FLP pernah diterpa badai. Rintangan demi rintangan datang kembali untuk menyurutkan semangat saya berproses menjadi penulis. Berat sekali waktu itu saya melawan badai yang datang secara tiba-tiba tersebut. Tapi walau bagaimanapun, tetap harus saya hadapi. Bukan malah lari dan menghindar begitu saja.
Belakangan ada kekhawatiran di hati ketua pengurus pesantren terhadap kinerja bawahannya. Katanya, beberapa pengurus tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal akibat dari multi-job yang menjadi tanggungannya. Karena terlalu sibuk, pengurus yang multi-job kerap meninggalkan tugas yang satu karena mengerjakan tugas lainnya. Oleh sebab itulah, ketua pengurus akhirnya mengeluarkan ultimatum bahwa pengurus tidak boleh memiliki dua jabatan di pondok pesantren Latee II.
Hal itu juga berlaku untuk pengurus FLP. FLP yang merupakan lembaga semi independen dinilai memerlukan perhatian khusus karena banyaknya program yang harus direalisasikan. Karena itu, pengurus FLP juga dilarang memiliki dua jabatan di Latee II. Jika memang memiliki dua jabatan atau lebih, maka konsekuensinya harus memilih salah satunya.
Nah, inilah yang saya hadapi waktu itu. Saya menduduki jabatan di salah satu kepengurusan Latee II. Sebut saja kepungurusan di lembaga “A”.  Bersamaan itu pula, saya menjadi pengurus FLP di bagian Penerbitan sekaligus Pemimpin Redaksi Buletin Variez. Jabatan yang bisa dibilang strategis dan cukup mengurus tenaga. Mau tak mau, saya harus memilih agar saya bisa menjalankan tugas secara maksimal. Dan benar, malam itu saya diharuskan untuk memilih. Hmm, berat sekali rasanya melepaskan FLP dan kepengurusan di lembaga “A” itu. Saya benar-benar berada di posisi dilematik.
Apa yang saya pilih? Ternyata dengan berat hati saya harus merelakan FLP. Saya lepas dari FLP. Saya lebih memilih kepengurusan di lembaga “A” itu. Entah, apakah pilihan saya itu berdasarkan suara hati nurani atau tidak. Yang jelas, malam itu suara saya menyatakan lepas dari FLP. Pilihan saya itu nyatanya tidak sederhana. Saya menangis karena meninggalkan FLP. Momentum perjuangan bersama senior dan sahabat-sahabat FLP berkelebat kembali dalam memori otak saya. Ah, saya tak tahu, kenapa saya tidak teguh pada pendirian sebelumnya.

FLP Saat Ini
Entah apa yang Tuhan rencanakan untuk garis hidup saya. Kecintaan saya pada dunia kepenulisan ternyata tak putus di tengah jalan. Tuhan selalu memberi jalan agar saya tetap mengembangkan potensi di dunia tulis-menulis. Singkat cerita, saya kembali lagi ke dunia FLP. Saya berkumpul kembali dengan para pejuang pena Latee II. Bahagia rasanya. Saya telah kembali pada dunia saya yang sebenarnya. Saya tak merasa terpaksa berproses bersama mereka. Saya menikmati kegiatan-kegiatan FLP; mulai dari membaca, berdiskusi, menghapal, dan tentu juga menulis.
FLP saat ini bisa dibilang lebih maju dari sebelum-sebelumnya. Kami sudah punya kamar khusus dan fasilitas-fasilitas yang kami butuhkan juga mulai terpenuhi. Kami sudah tidak perlu duduk di rental lagi untuk mengetik buletin atau majalah, karena di sana sudah disediakan komputer khusus untuk FLP. Kami juga tidak perlu susah-susah memanggil para anggota untuk menggelar kegiatan, karena kami saat ini berada dalam satu atap.
Selain itu, di FLP juga dilengkapi dengan perpustakaan mini yang lumayan bisa dijadikan tempat untuk membaca meski bukunya hanya beberapa saja. Namun tidak hanya buku, anggota FLP juga bisa meng-up date pengetahuan dan wawasannya dengan membaca Koran harian yang menjadi langganannya tiap bulan. Setiap hari, anggota dihimbau untuk membaca kabar di harian Kompas.
Kegiatan-kegiatan yang kami canangkan semakin beragam. Anggota tidak hanya diwajibkan menulis saja. Mereka juga dibekali dengan teori-teori kepenulisan dalam bimbingan Bapak Maimun Syamsuddin, Bapak Asy’ari Khatib, Bapak Warits Ilham, Nyai Fadhilah Hunnaini, dan Bapak M. Zamiel al-Muttaqien. Merekalah yang bersedia meluangkan waktu dan bersabar dalam memberikan arahan-arahan terhadap tulisan anggota FLP.
Agar tulisan terasa makin nikmat, penulis harus memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak. Oleh sebab itu, anggota FLP diberi kosakata ilmiah setiap hari untuk dihapalkan, sehingga mereka tidak kesulitan nantinya untuk memahami kalimat yang mengandung bahasa-bahasa ilmiah.
Satu hal yang saya banggakan dari anggota FLP adalah kekompakan mereka untuk memajukan FLP tercinta. Meski kadang merasa lelah untuk menulis dan mengerjakan tugas-tugas dari pembimbing, namun tetap saja mereka selesaikan tugas tersebut dengan sabar. Kekompakan mereka juga terlihat ketika merampungkan Buletin Variez dan Majalah Iltizam serta ketika menggelar acara Great Show. Saya ingat betul saat di mana mereka saling “bertengkar” dan menangis ketika memperjuangkan kegemilangan acara Great Show tersebut. Akan tetapi di akhir acara, tangis itu terbalas dengan senyum bangga.
Kini semuanya hanya bisa saya kenang. Tangisan itu menganak sungai ketika di antara kami harus memilih pergi untuk mengejar mimpi masing-masing. Benar kata orang, semua akan terasa berharga ketika sudah tiada. Kepergian mereka membuat banyak hati basah. Kini tak ada lagi canda tawa seperti dulu, tak ada lagi yang marah-marah untuk meminta tugas, tak ada lagi yang terburu-buru menulis beberapa kalimat untuk diletakkan di Bank Karya, tak ada lagi lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. Semuanya sudah tak ada lagi. Yang ada hanyalah kenangan.
Saya ingin mengabadikan kenangan itu melalui catatan sederhana ini. Sebagai bukti bahwa  kalian sangatlah berharga. Begitu berharga. Dan tahukah kalian? Saya telah menyediakan tempat khusus di salah satu sudut hati saya untuk kalian tempati kapan saja.


Lenteng Barat, Sabtu, 19 Oktober 2013

2 komentar: