Tim Sepuluh
Awalnya
adalah Tim Sepuluh. Tim Sepuluh? Ya, Tim Sepuluh inilah yang merupakan cikal
bakal terbentuknya Forum Lingkar Pena PP Annuqayah Latee II, Guluk-Guluk,
Sumenep. Tim ini dibentuk oleh pengurus PPA Latee II bagian Pendidikan dan
Pengembangan Intelektual, Ummayyatun El-Jimmy, periode 2009-2010. Sebagai
koordinator, Mbak Ummay, panggilan akrab Ummayyatun El-Jimmy, berupaya
meningkatkan kualitas santri Latee II di bidang akademik dengan cara, salah
satunya, membentuk Tim Sepuluh. Sebutan Tim Sepuluh ini mungkin karena forum
ini beranggotakan sepuluh orang yang
terdiri dari siswa dan mahasiswa terpilih.
Malam
itu, saya dan sembilan orang lainnya dipanggil ke kantor oleh pengurus untuk
menghadiri sosialisasi pengenalan Tim Sepuluh. Bersama Mbak Ummay, saat itu
kami memperbincangkan banyak hal terkait peningkatan mutu santri Latee II di
bidang akademik, utamanya di bidang tulis-menulis. Saya tidak tahu pasti
alasannya kenapa Mbak Ummay waktu itu sangat memprioritaskan bidang
tulis-menulis. Ada banyak dugaan di benak saya, mungkin saja karena Mbak Ummay
menyukai dunia literasi sejak dulu, atau karena salah satu bukti kemajuan
intelektual santri dapat diukur dari kemampuannya menyampaikan gagasan dalam
bentuk tulisan. Entahlah…
Karena
prioritasnya adalah menulis, membaca, dan berdiskusi, maka wajar saja anggota
Tim Sepuluh ini terdiri dari beberapa orang yang memang bergelut di dunia
kepenulisan, baik sebagai kru aktif Majalah Iltizam maupun kru Buletin Variez. Tiada
henti-hentinya Mbak Ummay memompa semangat juang kami untuk terus menulis,
membaca, dan berdiskusi. Kami pun menyambut semangat beliau dengan semangat
yang tak kalah membara. Tentu saya beruntung sekali menjadi salah satu anggota
Tim Sepuluh ini. Selain karena saya bisa mengembangkan minat saya di dunia
literasi, saya juga memiliki sembilan teman yang sama-sama memiliki semangat untuk
bergerak maju.
Biasanya,
kami selalu menghabiskan waktu di Mushalla untuk sekedar bincang-bincang
ringan. Pagi itu, di sela-sela pembicaraan, Mbak Ummay memberi kabar baik yang
membuat kami tidak berhenti bahagia. Dia memberi tahu kami bahwa Latee II akan
bergabung dengan FLP Cabang tidak lama lagi. Benar-benar surprise! Mbak
Ummay semakin memanjakan potensi menulis kami dengan menyediakan wadah
kepenulisan. Mendengar organisasi kepenulisan seperti FLP, tentu membuat kami
bangga. Mengapa tidak? FLP adalah organisasi kepenulisan yang mendunia, tidak
hanya di tingkat nasional, tapi juga internasional.
Kepengurusan
FLP pun terbentuk, yang diambil dari anggota Tim Sepuluh dan santri lainnya. Setelah
kepengurusan lengkap, kami dipertemukan dengan pengurus FLP Cabang di kantor
PPA Latee II dalam rangka silaturrahmi dan sharing seputar FLP. Nun
Urnoto yang kala itu menjabat sebagai ketua FLP Cabang menceritakan secara
mendetail sejarah berdirinya FLP, pengelolanya, penamaan FLP, dan lain
sebagainya. Alhamdulillah, kala itu juga kami mendapatkan SK kepengurusan FLP
Ranting.
FLP
Dulu
Sebagaimana
lazimnya kepengurusan baru, FLP yang waktu itu masih seumuran jagung dihadapkan
dengan ragam masalah dan keterbatasan-keterbatasan dalam perkembangannya. Namun
hal itu tidak lantas menjadikan kami berpangku tangan dan menyerah, justru keterbatasan-keterbatasan itulah yang menjadi
pemicu kami untuk kian bangkit dan berdiri kokoh. Benar kata orang, semakin
besar tantangannya, maka semakin besar pula perjuangannya.
Keterbatasan
yang kami hadapi waktu itu, salah satunya, tidak adanya tempat khusus untuk
para anggota FLP sehingga menyulitkan kami untuk berkumpul. Selain itu,
fasilitas seperti komputer, buku bacaan, dan fasilitas lainnya juga belum ada.
Kami menjalankan semuanya apa adanya. Namun hal itu tidak lantas menjadikan
peminat-peminat FLP patah arang. Malah calon anggota baru justru makin membludak
dari waktu ke waktu. Kami pun menggelar kegiatan orientasi untuk para anggota
baru.
Kegiatan-kegiatan
FLP waktu itu masih sangat sederhana, seperti pemberian materi dari pembimbing,
menulis, dan membaca. Para anggota dihimbau agar menulis untuk kemudian
dikirimkan ke media cetak. Dan hasilnya? Karya-karya anggota FLP tak jarang
ditemui di media lokal maupun nasional. Alhamdulillah… Kami cukup bangga dengan
prestasi itu.
Dari
waktu ke waktu, bersama para senior, FLP melakukan pembenahan-pembenahan.
Awalnya, kami meminta pengurus pesantren PPA Latee II untuk melokalisasikan
anggota FLP di tempat yang khusus. Tujuannya, agar kami mudah menjalankan
program. Syukurlah… Pengurus mengapresiasi positif permohonan tersebut. Hingga akhirnya
FLP mendapatkan satu kamar khusus yang terletak di depan Mushalla Lantai III sebelah
selatan.
Situasi
Paling Dilematik
Perjalanan
saya bersama anggota FLP pernah diterpa badai. Rintangan demi rintangan datang
kembali untuk menyurutkan semangat saya berproses menjadi penulis. Berat sekali
waktu itu saya melawan badai yang datang secara tiba-tiba tersebut. Tapi walau
bagaimanapun, tetap harus saya hadapi. Bukan malah lari dan menghindar begitu
saja.
Belakangan
ada kekhawatiran di hati ketua pengurus pesantren terhadap kinerja bawahannya.
Katanya, beberapa pengurus tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal akibat
dari multi-job yang menjadi tanggungannya. Karena terlalu sibuk,
pengurus yang multi-job kerap meninggalkan tugas yang satu karena
mengerjakan tugas lainnya. Oleh sebab itulah, ketua pengurus akhirnya
mengeluarkan ultimatum bahwa pengurus tidak boleh memiliki dua jabatan di pondok
pesantren Latee II.
Hal
itu juga berlaku untuk pengurus FLP. FLP yang merupakan lembaga semi independen
dinilai memerlukan perhatian khusus karena banyaknya program yang harus
direalisasikan. Karena itu, pengurus FLP juga dilarang memiliki dua jabatan di
Latee II. Jika memang memiliki dua jabatan atau lebih, maka konsekuensinya
harus memilih salah satunya.
Nah,
inilah yang saya hadapi waktu itu. Saya menduduki jabatan di salah satu
kepengurusan Latee II. Sebut saja kepungurusan di lembaga “A”. Bersamaan itu pula, saya menjadi pengurus FLP
di bagian Penerbitan sekaligus Pemimpin Redaksi Buletin Variez. Jabatan yang
bisa dibilang strategis dan cukup mengurus tenaga. Mau tak mau, saya harus
memilih agar saya bisa menjalankan tugas secara maksimal. Dan benar, malam itu
saya diharuskan untuk memilih. Hmm, berat sekali rasanya melepaskan FLP dan
kepengurusan di lembaga “A” itu. Saya benar-benar berada di posisi dilematik.
Apa
yang saya pilih? Ternyata dengan berat hati saya harus merelakan FLP. Saya
lepas dari FLP. Saya lebih memilih kepengurusan di lembaga “A” itu. Entah,
apakah pilihan saya itu berdasarkan suara hati nurani atau tidak. Yang jelas,
malam itu suara saya menyatakan lepas dari FLP. Pilihan saya itu nyatanya tidak
sederhana. Saya menangis karena meninggalkan FLP. Momentum perjuangan bersama
senior dan sahabat-sahabat FLP berkelebat kembali dalam memori otak saya. Ah,
saya tak tahu, kenapa saya tidak teguh pada pendirian sebelumnya.
FLP
Saat Ini
Entah
apa yang Tuhan rencanakan untuk garis hidup saya. Kecintaan saya pada dunia
kepenulisan ternyata tak putus di tengah jalan. Tuhan selalu memberi jalan agar
saya tetap mengembangkan potensi di dunia tulis-menulis. Singkat cerita, saya
kembali lagi ke dunia FLP. Saya berkumpul kembali dengan para pejuang pena
Latee II. Bahagia rasanya. Saya telah kembali pada dunia saya yang sebenarnya.
Saya tak merasa terpaksa berproses bersama mereka. Saya menikmati
kegiatan-kegiatan FLP; mulai dari membaca, berdiskusi, menghapal, dan tentu juga
menulis.
FLP
saat ini bisa dibilang lebih maju dari sebelum-sebelumnya. Kami sudah punya
kamar khusus dan fasilitas-fasilitas yang kami butuhkan juga mulai terpenuhi.
Kami sudah tidak perlu duduk di rental lagi untuk mengetik buletin atau majalah,
karena di sana sudah disediakan komputer khusus untuk FLP. Kami juga tidak
perlu susah-susah memanggil para anggota untuk menggelar kegiatan, karena kami
saat ini berada dalam satu atap.
Selain
itu, di FLP juga dilengkapi dengan perpustakaan mini yang lumayan bisa
dijadikan tempat untuk membaca meski bukunya hanya beberapa saja. Namun tidak
hanya buku, anggota FLP juga bisa meng-up date pengetahuan dan
wawasannya dengan membaca Koran harian yang menjadi langganannya tiap bulan.
Setiap hari, anggota dihimbau untuk membaca kabar di harian Kompas.
Kegiatan-kegiatan
yang kami canangkan semakin beragam. Anggota tidak hanya diwajibkan menulis
saja. Mereka juga dibekali dengan teori-teori kepenulisan dalam bimbingan Bapak
Maimun Syamsuddin, Bapak Asy’ari Khatib, Bapak Warits Ilham, Nyai Fadhilah
Hunnaini, dan Bapak M. Zamiel al-Muttaqien. Merekalah yang bersedia meluangkan
waktu dan bersabar dalam memberikan arahan-arahan terhadap tulisan anggota FLP.
Agar
tulisan terasa makin nikmat, penulis harus memiliki perbendaharaan kata yang cukup
banyak. Oleh sebab itu, anggota FLP diberi kosakata ilmiah setiap hari untuk
dihapalkan, sehingga mereka tidak kesulitan nantinya untuk memahami kalimat
yang mengandung bahasa-bahasa ilmiah.
Satu
hal yang saya banggakan dari anggota FLP adalah kekompakan mereka untuk
memajukan FLP tercinta. Meski kadang merasa lelah untuk menulis dan mengerjakan
tugas-tugas dari pembimbing, namun tetap saja mereka selesaikan tugas tersebut
dengan sabar. Kekompakan mereka juga terlihat ketika merampungkan Buletin
Variez dan Majalah Iltizam serta ketika menggelar acara Great Show. Saya
ingat betul saat di mana mereka saling “bertengkar” dan menangis ketika
memperjuangkan kegemilangan acara Great Show tersebut. Akan tetapi di
akhir acara, tangis itu terbalas dengan senyum bangga.
Kini
semuanya hanya bisa saya kenang. Tangisan itu menganak sungai ketika di antara
kami harus memilih pergi untuk mengejar mimpi masing-masing. Benar kata orang,
semua akan terasa berharga ketika sudah tiada. Kepergian mereka membuat banyak
hati basah. Kini tak ada lagi canda tawa seperti dulu, tak ada lagi yang
marah-marah untuk meminta tugas, tak ada lagi yang terburu-buru menulis beberapa
kalimat untuk diletakkan di Bank Karya, tak ada lagi lagu-lagu yang biasa
dinyanyikan. Semuanya sudah tak ada lagi. Yang ada hanyalah kenangan.
Saya
ingin mengabadikan kenangan itu melalui catatan sederhana ini. Sebagai bukti
bahwa kalian sangatlah berharga. Begitu
berharga. Dan tahukah kalian? Saya telah menyediakan tempat khusus di salah
satu sudut hati saya untuk kalian tempati kapan saja.
Lenteng Barat, Sabtu, 19 Oktober 2013