Halaman

Minggu, 01 April 2012

Pasukan Garuda Tidak Boleh Patah Arang



Oleh: Husnul Khatimah Arief
Pengurus LPM Instika PP. Annuqayah  Sumenep Madura

Pada 11 Oktober 2011, Indonesia harus mengakui kekalahannya saat bertanding dengan Qatar dalam laga ketiga kualifikasi piala dunia 2014 zona Asia grup E di stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta kemarin (Kompas, 12 Oktober 2011). Kekalahan yang menyesakkan dada ini sempat menciutkann nyali Timnas Indonesia untuk lolos ke putaran keempat. Setelah dikalahkan oleh Bahrain dan Iran beberapa bulan yang lalu, Timnas Garuda  mulai memacak semangat untuk terus berlatih guna mengalahkan Qatar. Tapi, realita masih berkata lain. Timnas kembali kalah dan diuji kesabarannya.
            Pasukan Garuda yang dikomando oleh Bambang Pamungkas kerap menjadikan pendukung Timnas kecewa. Hal ini bisa dilihat saat Timnas melawan Bahrain, dimana pada waktu itu pendukung Timnas mewujudkan puncak kekecewaannya dengan meluncurkan petasan saat menyaksikan kekalahan Timnas yang kedua kalinya. Namun, reaksi kekecewaan itu justru menambah daftar negatif Indonesia di dunia persepakbolaan.
            Wajar jika pendukung Timnas kemudian menampakkan kekecewaannya yang bertubi, sebab sejak dulu mereka menaruh harapan yang amat besar untuk kemenangan Indonesia agar masuk piala dunia 2014 zona Asia grup E. Harapan itu ternyata belum mampu dijawab oleh Timnas merah putih. Mereka selalu bertekuk lutut di hadapan rivalnya.
            Namun demikian, kekalahan yang sudah berkali-kali tidak patut membuat Timnas larut dalam keputusasaan dan meratapi kekalahan. Kekalahan ini harus senantiasa menjadikan mereka bangkit untuk mengobati luka pendukungnya di pertandingan melawan Bahrain, Qatar dan Iran nanti. Kekecewaan kemarin adalah pelajaran berharga dan bahan evaluasi untuk berlaga di sisa turnamen selanjutnya.
            Jika kemarin (11/10) kekalahan Indonesia melawan Qatar menurut Wilhelmus Wim Gerardus Rijsbergen (pelatih Indonesia asal Belanda) disebabkan karena buruknya barisan pertahanan, maka di laga berikutnya kesalahan itu tidak boleh terulang kembali. Barisan pertahanan butuh pemain yang kokoh, bukan seperti aksi pemain kemarin.
            Walaupun sebetulnya harapan Timnas sangat tipis untuk masuk sepuluh besar Asia, namun mereka tidak boleh patang arang dan kendor semangat. Harapan masih terlihat luas membentang jika mereka optimis dan menampakkan daya juang yang tinggi. Indonesia sangat membutuhkan perjuangan Timnas. Indonesia tidak ingin kembali berkabung sebagaimana saat dipatahkan oleh Qatar, Iran dan Bahrain.
            Yang tak kalah penting bagi Timnas adalah kekompakan dan persaudaraan dalam pertandingan. Jika ada satu pemain yang terlihat letih dan nyaris kehilangan semangat bermain, maka yang lain harus membangunkan nyala semangatnya. Demikian seterusnya hingga keoptimisan untuk menang kembali terpacu.
             
Bambang Pamungkas, Cristian Gonzales, Firman Utina, Haryono, Ahmad Busthomi, M. Ridwan dan pemain yang lain adalah pemain-pemain Timnas yang tangguh.  Mereka sudah berusaha kuat untuk membawa kemenangan Indonesia di tingkat internasional. Hanya saja keberuntungan belum ada di pihak mereka. Barangkali, belum saatnya Indonesia meraup kemenangan. Suatu saat nanti, satu tahun lagi, dua tahun lagi, atau bahkan lima tahun lagi mimpi Timnas untuk menjadi pemenang di tingkat Internasional pasti akan terjawab jika ikhtiar dan do’a selalu dijalankan secara simultan.
Para pendukung Timnas Garuda tidak perlu memekik kekecewaan terlalu dalam. Ini bukan kekalahan yang disengaja. Perjuangan Timnas mesti kita hargai dan apresiasi. Mereka sudah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan kemenangan, tapi takdir menjawab lain. Tugas pendukung bukan menuding dan mengolok-olok, karena hal itu justru menjadikan mental Timnas semakin kerdil. Namun, yang mesti dilakukan adalah tetap memberi dukungan, pencerahan, dan dorongan sehingga Timnas semakin yakin untuk membawa kemenangan di pertandingan berikutnya.
Keinginan PSSI untuk mengevaluasi Tim dan pelatih harus segera dilakukan. Mengingat, beberapa bulan lagi Timnas akan bertanding kembali. PSSI memang seharusnya  tegas dan meminta garansi pada Wim Rijsbergen, pelatih Timnas asal Belanda itu. Apa yang bisa dia perbuat untuk pertandingan selanjutnya.
Namun yang perlu dicatat adalah tidak semua kekalahan disebabkan oleh pelatih. Tidak semestinya kita menjustifikasi bahwa kekalahan selalu terjadi karena pelatihnya tidak kompeten. Semua itu juga tergantung dari aksi Timnas di lapangan dan dukungan penuh dari warga Indonesia.

Identitas Penulis

Nama: Husnul Khatimah Arief
Alamat: Jl. Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Madura
Status: Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Institut Ilmu Keislaman Annuqayah
Jabatan: Pengurus Divisi Penerbitan Lembaga Pers Mahasiswa Instika
No. Hp: 081703920353