Oleh: Husnul
Khatimah Arief
Pengurus LPM
Instika PP. Annuqayah Sumenep Madura
Pada 11 Oktober
2011, Indonesia harus mengakui kekalahannya saat bertanding dengan Qatar dalam
laga ketiga kualifikasi piala dunia 2014 zona Asia grup E di stadion Utama
Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta kemarin (Kompas, 12 Oktober 2011). Kekalahan
yang menyesakkan dada ini sempat menciutkann nyali Timnas Indonesia untuk lolos ke putaran keempat.
Setelah dikalahkan oleh Bahrain
dan Iran beberapa bulan yang
lalu, Timnas Garuda mulai memacak
semangat untuk terus berlatih guna mengalahkan Qatar. Tapi, realita masih berkata
lain. Timnas kembali kalah dan diuji kesabarannya.
Pasukan Garuda yang dikomando oleh
Bambang Pamungkas kerap menjadikan pendukung Timnas kecewa. Hal ini bisa
dilihat saat Timnas melawan Bahrain,
dimana pada waktu itu pendukung Timnas mewujudkan puncak kekecewaannya dengan
meluncurkan petasan saat menyaksikan kekalahan Timnas yang kedua kalinya. Namun,
reaksi kekecewaan itu justru menambah daftar negatif Indonesia di dunia
persepakbolaan.
Wajar jika pendukung Timnas kemudian
menampakkan kekecewaannya yang bertubi, sebab sejak dulu mereka menaruh harapan
yang amat besar untuk kemenangan Indonesia agar masuk piala dunia 2014 zona
Asia grup E. Harapan itu ternyata belum mampu dijawab oleh Timnas merah putih. Mereka
selalu bertekuk lutut di hadapan rivalnya.
Namun demikian, kekalahan yang sudah
berkali-kali tidak patut membuat Timnas larut dalam keputusasaan dan meratapi
kekalahan. Kekalahan ini harus senantiasa menjadikan mereka bangkit untuk
mengobati luka pendukungnya di pertandingan melawan Bahrain,
Qatar dan Iran nanti. Kekecewaan kemarin
adalah pelajaran berharga dan bahan evaluasi untuk berlaga di sisa turnamen
selanjutnya.
Jika kemarin (11/10) kekalahan Indonesia melawan Qatar
menurut Wilhelmus Wim Gerardus Rijsbergen (pelatih Indonesia asal Belanda) disebabkan
karena buruknya barisan pertahanan, maka di laga berikutnya kesalahan itu tidak
boleh terulang kembali. Barisan pertahanan butuh pemain yang kokoh, bukan
seperti aksi pemain kemarin.
Walaupun sebetulnya harapan Timnas
sangat tipis untuk masuk sepuluh besar Asia, namun
mereka tidak boleh patang arang dan kendor semangat. Harapan masih terlihat
luas membentang jika mereka optimis dan menampakkan daya juang yang tinggi. Indonesia
sangat membutuhkan perjuangan Timnas. Indonesia
tidak ingin kembali berkabung sebagaimana saat dipatahkan oleh Qatar, Iran
dan Bahrain.
Yang tak kalah penting bagi Timnas
adalah kekompakan dan persaudaraan dalam pertandingan. Jika ada satu pemain
yang terlihat letih dan nyaris kehilangan semangat bermain, maka yang lain
harus membangunkan nyala semangatnya. Demikian seterusnya hingga keoptimisan
untuk menang kembali terpacu.
Bambang Pamungkas, Cristian Gonzales, Firman Utina, Haryono, Ahmad
Busthomi, M. Ridwan dan pemain yang lain adalah pemain-pemain Timnas yang
tangguh. Mereka sudah berusaha kuat
untuk membawa kemenangan Indonesia
di tingkat internasional. Hanya saja keberuntungan belum ada di pihak mereka. Barangkali,
belum saatnya Indonesia
meraup kemenangan. Suatu saat nanti, satu tahun lagi, dua tahun lagi, atau
bahkan lima
tahun lagi mimpi Timnas untuk menjadi pemenang di tingkat Internasional pasti
akan terjawab jika ikhtiar dan do’a selalu dijalankan secara simultan.
Para pendukung Timnas Garuda tidak perlu
memekik kekecewaan terlalu dalam. Ini bukan kekalahan yang disengaja. Perjuangan
Timnas mesti kita hargai dan apresiasi. Mereka sudah mengerahkan segala kemampuan
untuk mendapatkan kemenangan, tapi takdir menjawab lain. Tugas pendukung bukan
menuding dan mengolok-olok, karena hal itu justru menjadikan mental Timnas
semakin kerdil. Namun, yang mesti dilakukan adalah tetap memberi dukungan,
pencerahan, dan dorongan sehingga Timnas semakin yakin untuk membawa kemenangan
di pertandingan berikutnya.
Keinginan PSSI untuk mengevaluasi Tim dan pelatih harus segera dilakukan.
Mengingat, beberapa bulan lagi Timnas akan bertanding kembali. PSSI memang
seharusnya tegas dan meminta garansi
pada Wim Rijsbergen, pelatih Timnas asal Belanda itu. Apa yang bisa dia perbuat
untuk pertandingan selanjutnya.
Namun yang perlu dicatat adalah tidak semua kekalahan disebabkan oleh
pelatih. Tidak semestinya kita menjustifikasi bahwa kekalahan selalu terjadi
karena pelatihnya tidak kompeten. Semua itu juga tergantung dari aksi Timnas di
lapangan dan dukungan penuh dari warga Indonesia.
Identitas Penulis
Nama: Husnul
Khatimah Arief
Alamat: Jl.
Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Madura
Status:
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Institut Ilmu Keislaman
Annuqayah
Jabatan:
Pengurus Divisi Penerbitan Lembaga Pers Mahasiswa Instika
No. Hp:
081703920353