Halaman

Minggu, 25 November 2012

Resensi


Belajar dan Berpetualang di Eropa Dengan Erasmus Mundus

Judul: Beasiswa Erasmus Mundus: The Story Behind
Penulis: M. Muhsthafa dkk.
Penerbit: Kurniesa Publishing, Jakarta
Tahun terbit: 2011
Tebal: 193 Halaman
ISBN: 978-602-99349-2-2

Menjadi mahasiswa luar negeri tentu menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Apalagi menjadi mahasiwa Eropa yang peradabannya begitu maju. Namun, secara umum mahasiswa Indonesia masih belum mampu melanjutkan pendidikan ke Eropa dengan alasan keterbatasan finansial. Logikanya, melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Indonesia saja masih harus mengorbankan berbagai hal untuk dijadikan biaya, apalagi menembus perguruan tinggi di luar negeri. Hal itu benar-benar membutuhkan kesiapan mental dan materi.
            Bagi yang bermimpi melanjutkan ‘petualangan belajar’ ke Eropa namun belum memiliki biaya yang memadai, jangan patah arang. Masih ada peluang emas bagi mereka untuk bertandang ke sana. Erasmus Mundus bersedia mengantarkan mahasiswa di dunia untuk belajar dan berpetualang di berbagai negara di Eropa.  Erasmus Mundus menyediakan biaya menggiurkan bagi mahasiswa yang berminat belajar di Eropa.
            Program Erasmus Mundus (EM) adalah salah satu kerjasama pendidikan yang digagas oleh Uni Eropa dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di benua Eropa dan mempromosikannya ke negara-negara di luar lingkup Uni Eropa, termasuk Indonesia. Hal yang menarik dari program beasiswa ini, baik yang beasiswa atau tidak, adalah kesempatan mahasiswa untuk kuliah di minimil dua negara anggota Uni Eropa selama periode studi, yang disebut mobility program. 
            Beasiswa EM saat ini kabarnya memang sudah meluas di Indonesia dan banyak dikenal oleh mahasiswa dari pada kali pertama program ini digulirkan pada tahun 2004. Pada dasarnya,  EM dilaksanakan sejak tahun 1987, namun pada saat itu yang bisa mengikuti hanyalah mahasiswa Eropa. Pasalnya, nama Erasmus ini diasosiasikan pada salah seorang filsuf asal kota Rotterdam di Belanda bernama Desiderius Erasmus pada masa Renaissance. Dia dikenal sebagai sosok yang senang menjelajahi negara-negara di Eropa untuk menuntut ilmu. Sedangkan kata ‘Mundus’ sendiri berarti dunia.
            Selain mendapatkan biaya yang mencukupi untuk kuliah, mahasiswa juga diberi biaya hidup dan keperluan pindah negara selama satu periode belajar, yaitu sebesar kurang lebih 24 ribu Euro pertahun. Sungguh, peluang yang amat prestisius. Selain belajar, mahasiswa masih mendapat kesempatan untuk menjelajahi tempat-tempat bersejarah di Eropa atau hanya sekedar jalan-jalan untuk mengenali beragam kultur dan kuliner di sana.
Kompetisi untuk mendapatkan beasiswa ini tentu tidak mudah meski proses penyeleksian tanpa interview, karena persaingan ini adalah tingkat dunia. Seleksi EM tidak dilakukan di tiap-tiap negara melalui kantor perwakilan di negara tersebut, melainkan dilakukan oleh institusi perguruan tinggi yang mengadakan program ini, yaitu konsorsium. Baik Indonesia maupun Eropa tidak menyediakan kantor perwakilan EM bagi para peminat beasiswa ini untuk menyetor hasil formulir aplikasinya. Yang ada hanyalah kantor representatif delegasi Komisi Uni Eropa yang ada di Jakarta, seperti kantor representatif ASEAN atau organisasi internasional lainnya.
Kisah suka-duka yang dialami oleh mahasiswa Indonesia yang berhasil kuliah di sana disajikan dalam buku ini. Mulai dari munculnya inisiatif kuliah di sana, keberangkatan, pengalaman di eropa, sampai pada aktualisasi keilmuan yang mereka dapatkan untuk masyarakat sekitarnya. Lima belas penulis di buku ini ingin berbagi pengalaman belajar di Eropa yang pada akhirnya dapat memacu semangat pelajar Indonesia untuk juga belajar tanpa batas ruang dan waktu.
Belajar di Eropa tentu saja berbeda dengan belajar di Indonesia. Pengalaman yang mereka dapatkan sangat unik dan menarik. Seperti M. Mushthafa yang kuliah di Utrecht University. Dia merasa senang ketika hanya mendapati empat mata kuliah dalam satu semester, meski harus menguras banyak waktu dan pikirannya lantaran menggunungnya tugas dosen. Anggiet Ariefianto yang selalu menggunakan waktu luang untuk menjelajah Eropa, sehingga berhasil singgah di 40 negara.  
Efrian Muharrom, anak wong ndeso yang ingin sekali bertemu bule, tapi akhirnya tak hanya bule yang ia temui, melainkan Koffi Annan (mantan Sekjen PBB) yang pernah ia kagumi. Yansen Darmaputra yang harus ‘berdarah darah’ untuk mendapatkan beasiswa EM dan bahkan harus terseok seok menyamai kualifikasi keilmuan teman sekelasnya. Meutia Zahara, korban bencana Tsunami aceh 2004, yang tak pernah patang arang untuk mewujudkan mimpi almarhum ayahnya untuk mengenyam pendidikan di luar negeri.
Dan masih banyak lagi kisah menarik yang ter-cover di buku ini, seperti kisah Eva Sulistiawati yang tergerak mengikuti EM karena rasa cemburu pada laki-laki pujaannya yang seringkali menceritakan kesuksesan akademik seorang perempuan. Nova Francisca Silitonga, ibu yang baru saja memiliki momongan ini, harus rela membawa keluarganya ke Eropa demi sebuah pendidikan.
Semua kisah haru, tangis dan tawa mereka tuangkan dalam buku ini, dengan maksud mampu menjadi pelecut bagi pelajar Indonesia untuk serius belajar dan hidup mandiri di negeri orang. Hingga suatu saat nanti mereka terus berupaya membawa bangsa ini pada peradaban yang lebih progresif dan maju.

Identitas Penulis
Nama: Husnul Khatimah Arief
Alamat: Jl. Pondok Pesantren Annuqayah Latee II, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura.
Status: Mahasiswa semester V jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Sumenep, Madura
Jabatan: Pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Instik Annuqayah
No. Hp: 081703920353

Tidak ada komentar:

Posting Komentar