Halaman

Rabu, 12 Desember 2012


Judul Skripsi
Tidak ada yang istimewa dari tulisan ini. Saya hanya ingin berbagi. Berbagi tentang cerita saya yang tidak disiplin dan sering kali mengentengkan banyak hal. Ini kebiasaan buruk yang telah saya idap sejak dulu. Tidak mudah mengobati “penyakit” yang telah bertahun-tahun menyerang itu. Di bangku kuliah, “penyakit” itu belum kunjung sembuh, sehingga memberi kesan saya tidak serius kuliah. Ketika jam kuliah misalnya, teman-teman kelas kerap tersenyum mendapati saya yang sering datang telat. Sampai-sampai dosen pun mengenali saya gara-gara sering terlambat. Kadang tanpa sengaja saya mendengar bisikan teman-teman yang duduk di bangku depan, “oh… sudah biasa” atau “sudah pukul berapa sekarang?” Duh, malunya daku. Saya hanya bisa menjawab dengan senyum sekadarnya.
Ketidakdisiplinan itu juga menimpa saya dalam proses pembuatan skripsi tahun ini. Dulu, saya bertekad untuk tidak main-main dalam membuat skripsi, tidak seperti pembuatan paper saya waktu MAK yang tampak awut-awutan. Saya tidak ingin sekedar lulus, sementara penelitian akhir yang merupakan salah satu persyaratan lulus S1 itu sekedar selesai tanpa mempertimbangkan kualitas isinya. Sewaktu semester rendah, saya “takut” melihat skripsi yang dibuat kakak-kakak kelas. Tampaknya “wah”. Sedangkan kemampuan saya di bidang tulis menulis sangat minim. Saya lalu bertanya-tanya, “bisakah saya membuat karya penelitian seperti itu?”  
Dan tibalah saat untuk menghadapi itu: pembuatan skripsi. Sebelum berangkat KKN, saudara saya pernah bercerita kalau dirinya dulu menyelesaikan proposal skripsi waktu masih KKN. Saya kagum, ternyata dia masih bisa menyelesaikan proposal itu di tengah-tengah kesibukannya melayani masyarakat. Dia menghimbau agar saya meniru jejaknya: menyelesaikan proposal secepatnya. Di tempat KKN, saya sempat mengingat pesan saudara saya itu. Tapi ternyata saya tidak bisa membagi waktu. Kegiatan di posko saya terbilang padat hingga melupakan hal lain selain kegiatan KKN. Mulai pagi hingga malam kegiatan tidak pernah diliburkan. Jadilah saya kelimpungan untuk meluangkan waktu guna menyelesaikan proposal skripsi itu. Akhirnya saya pasrah, sudahlah… urusan proposal, nanti belakangan.
Sekarang saya menduduki semester VII. Teman-teman mulai sibuk mengurusi judul skripsinya, mulai dari minta rekomendasi dekan hingga mencari buku bacaan. Dari lima belas mahasiswa Tafsir Hadis VII, hanya tiga orang yang belum menyetor judul, salah satunya adalah saya. Teman-teman yang perhatian kadang bertanya pada saya apakah saya sudah menemukan judul atau belum, “gimana, Shob? Udah selesai menyetor judul?.” Jawaban saya selalu saja menggeleng. Padahal, semester VII sudah hampir saya lewati. Judul yang pas itu belum juga saya temukan.
Jika saya menghubungi keluarga, pembicaraan mereka tidak lepas dari pertanyaan seputar skripsi. Mereka tidak menginginkan saya mengundur-undur waktu sampai tahun depan. Mereka memberi deadline waktu, tahun ini saya harus lulus S1. Ketika ditanya, jawaban saya selalu sama, saya belum menemukan judul. Tak jarang, saudara saya merasa kecewa dan sempat memarahi saya. “Sudah mau semester delapan, kok masih belum menemukan judul?”, katanya suatu ketika. Saya tidak tahu harus menjawab apa. Toh, saya benar-benar kebingungan mencari judul. Jawaban saya hanya membisu.
Sekarang tinggal saya sendiri yang belum menyetor judul, dua teman saya yang belum itu sudah selesai. Sebagian teman kadang menyindir saya, “judul seperti apa yang kamu inginkan? Jangan terlalu idealis lah…” atau “saya gak percaya kamu belum menemukan judul. Banyak kok masalah. Kamu saja yang enggan mengangkat masalah itu” atau “kalau judulnya gak “wah” memang gak mau kamu ambil?” Begitulah celotehan teman-teman mengenai saya yang terkesan enteng. Yah, mereka kok malah berpikir begitu, sih? Berpikir menemukan masalah saja saya kesulitan, apalagi memikirkan judul ideal seperti yang mereka maksud. Nyatanya, mereka malah diam saja ketika saya meminta mereka untuk menawarkan judul. Setelah beberapa lama, akhirnya muncullah judul Sinonimitas Lafadz dalam al-Quran (Analisa Pemikiran Aisyah Abd. Rahman Bintu Syati’) dari tangan saya.
Memang, saat ini saya tidak begitu antusias menyelesaikan skripsi. Bagi kebanyakan mahasiswa, tugas skripsi hanya dijadikan formalitas saja. Mereka hanya mengejar satu kata: lulus. Dengan cara bagaimanapun mereka berusaha menyelesaikan skripsi meski harus menjadi plagiator. Saya banyak menemukan fenomena itu. Dan tidak tanggung-tanggung, bahkan ada mahasiswa yang menjiplak total: meminta skripsi mahasiswa lain di kampus berbeda lalu mengatasnamakan dirinya. Tidak orisinil. Karena yang ada di benak mereka hanyalah lulus dan lulus. Saya jadi bertanya-tanya, kenapa yang mereka kejar hanya titel  di belakang nama? Mana pertanggungjawaban keilmuannya? Inilah yang membuat saya tidak ngeh menyelesaikan skripsi. Mahasiswa kebanyakan tidak melihat lebih dalam esensi dari skripsi itu sendiri.
Akhirnya, yang ada di benak saya sekarang hanyalah bagaimana saya bisa membaca sebanyak-banyaknya dan menulis sebanyak-banyaknya. Membaca apa saja dan menulis apa saja tanpa mempertimbangkan kualitas tulisan tersebut. Karena dengan membaca dan menulis, saya menemukan kepuasan tersendiri. Untuk urusan skripsi, nanti lah belakangan. Hehehe… (maafkan saya, Ibu. Putrimu lagi malas)


Rinai Hujan, 10 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar